29 Agustus 2009

contoh proposal

Sekretariat : JL. Haji Bakrie Rt 04/04,pondok bambu,jakarta timur 02195763390/0818862904

Nomor : 01 / VI / REUNI – 91
Tanggal : … Maret 2009
Perihal : Proposal & Undangan Reuni

Kepada, Yth
Ketua Yayasan Pendidikan Budi Murni
Bpk Prof Dr Kp Tarnama Sinambela Kusumonegoro
di – Tempat

Pendahuluan

Menjadi siswa SMA Budi Murni 3 adalah membanggakan, Kenangan semasa sekolah yang penuh dinamika terukir dengan manisnya. Saat- saat SMA adalah pembentukan jati diri menjadi remaja yang penuh dengan cita-cita dan cinta.

Masa yang penuh dengan gejolak, kreativitas pengembangan kepribadian, penggalian dasar-dasar keilmuan, pemupukan persatuan dan kesatuan, penanaman kepedulian dan persiapan menuju masa depan.

Penggalian ilmu semasa SMA sudah kita kembangkan dan aplikasikan dalam karya untuk keluarga kita. Ilmu yang diberikan oleh bapak ibu guru dengan ikhlas telah mampu mengantar kita menempuh perjalanan waktu sebagai bekal berjuang dan mandiri.

Oleh karena itu sebagai ungkapan rasa syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sekaligus dalam rangka mengumpulkan teman-teman, yang tersebar di seluruh pelosok tanah air guna saling melepas kangen dan transfer informasi, maka reuni Alumni SMA Budi Murni 3 Lulusan 1991 ini diselenggarakan.

Dasar Pelaksanaan

Dasar Pelaksanaan Reuni Alumni SMA Budi Murni 3 yang diselenggarakan tahun 2009 adalah :

Berawal dari acara halal bihalal di kediaman Marhani di Jl Haji Bakrie pondok Bambu pada bulan Februari 2009, tercipta suatu keinginan untuk menggadakan suatu kegiatan yang bersifat “silahturahmi” reuni alumni SMA Budi Murni 3 Lulusan 1991
Gagasan tersebut akhir nya dituangkan dalam suatu rencana kegiatan yang akan bertujuan untuk menciptakan rasa kekeluargaan diantara alumni lulusan 1991, dengan
harapan dimasa mendatang dapat lebih memperat hubungan tali persaudaraan diantara rekan-rekan alumni SMA Budi Murni 3 khususnya lulusan 1991
Tema Kegiatan

Tema Kegiatan pada Reuni Alumni SMA Budi Murni 3 Lulusan 1991 adalah
Menyatu dalam kenangan dan Memberi arti untuk masa datang.

Maksud dan Tujuan

• Melepas kangen diantara teman-teman dan sekaligus sebagai forum memperkenalkan keluarganya (Suami, Isteri dan Anak)
• Menciptakan rasa kekeluargaan antara alumni SMA Budi Murni 3 Lulusan 1991
• Perlunya dibangun jalinan kerja sama (networking) antar alumni dan segenap anggota Ke-luarga Besar Alumni SMA Budi Murni 3 Lulusan 1991

• Memberdayakan potensi Keluarga Besar Alumni SMA Budi Murni 3 Lulusan 1991 dalam suatu organisasi yang terintegrasi dan bersinergi.
• Meningkatkan kepedulian alumni terhadap kondisi sosial masyarakat
• Memberikan tali asih kepada para guru khususnya yang dahulu mengajar kita.
• Membahas beberapa agenda ke depan.

Peserta

Acara ini akan dihadiri oleh para alumni SMA Budi Murni 3 Lulusan 1991 beserta keluarga, guru-guru SMA Budi Murni 3 baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Hari/tanggal : Minggu , 7 Juni 2009
Pukul : 10.00 - selesai
Tempat : Anjungan Toraja Sulawesi selatan ,Taman Mini Indonesia Indah

Rencana kegiatan

Rencana kegiatan Reuni sebagaimana lampiran….

Susunan Panitia

Susunan Panitia kegiatan Reuni sebagaimana lampiran…..

Rencana Anggaran

Anggaran Reuni sejumlan Rp. ……………………….. Dengan rincian sebagaimana lampiran…..

Perolehan Dana Penyelenggaraan

Sumber perolehan biaya penyelenggaraan ini merupakan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak-pihak yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan ini, yaitu anatara lain :


1. Kontribusl alumni 250 X Rp150.000,- = Rp 37.500.000,00
2. Donatur alumni = Rp ...............................................

Penutup

Proposal sederhana ini disampaikan untuk memberikan gambaran umum tentang penyelenggaraan Acara Reuni Alumni SMA Budi Murni 3 Lulusan 1991dengan harapan mendapatkan tanggapan positif dari segenap Alumni, Donator dan Simpatisan.

Melalui reuni ini, diharapkan akan menjadi jembatan emas terwujudnya persaudaraan dalam bentuk solidaritas, kepedulian dan kasih sayang sesama alumni tahun 1991 SMA Budi Murni 3 di masa mendatang.

Semoga usaha kita mendapat kemudahan dan diridhoi Allah SWT. Amin.


Jakarta 23 Maret 2009

Panitia Reuni Alumni SMA Budi Murni 3 Angkatan ’91


Ketua





(KARTIKA LILI)

























Lampiran :

Rencana kegiatan

Selain apa yang telah menjadi tujuan, juga ada beberapa kegiatan tambahan yang akan dilaksanakan antara lain yaitu :

• Menyusun data base alumni.
• Merencanakan pembentukan wadah (organisasi) alumni.

Hasil Yang Diharapkan

Reuni ini diharapkan menghasilkan beberapa hal, antara lain:

• Tersusunnya data base alumni.
• Terbentuknya wadah alumni.
• Dapat ditetapkannya kurun waktu untuk reuni yang akan datang.
• Terumuskannya beberapa rencana program kerja ke depan.


































Lampiran :

Susunan Panitia

PEMBINA Bpk H Narawi ( Guru agama BM3)
Bpk Ridwan ( Guru BM3 )

KETUA I KARTIKA LILI
II YOSE HENDRIK (bule)


SEKRETARIS I HENNY NURWANTI
ll WAHYU ASIH


BENDAHARA I SUDARMI (Menyenk)
II SILVANA
III RATNA (gea)


HUMAS & KOORDINATOR KENNEDY
WILAYAH IMAN
SABAR

ACARA & HIBURAN SHINTA LESTARI
BUDI KODIL
MARYONO

DOKUMENTASI SOFYAN
SANTOSO
ANDI ANWAR

KONSUMSI MARHANI
SRI DARWATI
IDA

PERLENGKAPAN MAHENDRI
ERLAN
HASIM
M. NUH

KEAMANAN JOKO P
ROMEL
NUR HASAN
H. IJIN






Lampiran :

Rencana Anggaran

Untuk menunjang kegiatan tersebut di atas, rencana dana yang dibutuhkan adalah sebesar Rp ........................................................

Gedung + konsumsi Rp. 18.150.000
Publikasi Rp. 2.000.000
Entertaint Rp. 3.000.000
Dokumentasi Rp. 3.000.000
Souvenir peserta Rp. 5.000.000
Souvenir Guru Rp. 2.000.000
Seragam Panitia Rp. 1.050.000
Cetak Undangan Rp. 300.000
Lain lain Rp. 3.000.000
Total Jumlah Rp. 37.500.000

( Tiga puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah)

Estimasi Maximal : +250 orang dari Alumni BM 3 Angkatan ’91 +400 orang

Penjelasan :
Rencana Anggaran ini disusun dengan asumsi bahwa respon teman-¬teman akan tinggi, sehinqga konsumsi akan disediakan sebanyak 300 orang dengan perhitungan akan dihadiri sekitar 250 alumni sesuai dengan data yang disampaikan oleh masing-masing koordinator wilayah dan dari 400 alumni diharapkan mengajak suami/isteri dan maksimal dua anak.

Tool Desain

Tool Desain

26 Agustus 2009

Contoh TEMA TEMA Semester I untuk PAUD

TEMA : AKU ( 3 Minggu )
1. Identitas diri
2. nama sendiri
3. laki laki & perempuan
4. Ciri laki laki
5. Ciri Perempuan
6. Anggota tubuhku
7. Kegunaan anggota tubuhku
8. Anggota keluarga
9. Nama anggota keluarga
10. Jumlah keluargaku
11. Panca indra
12. Mata dan hidung
13. Kegunaan mata dan hidung
14. Telinga dan mulut
15. Kegunaan telinga dan mulut
TEMA : LINGKUNGANKU ( 4 Minggu )
1. Macam macam rumah
2. Rumah adat daerah
3. Rumahku
4. Bagian dari rumah
5. Atap & lantai
6. Macam atap rumah
7. Macam lantai rumah
8. Halaman rumahku
9. Macam macam pagar
10. Guna pagar rumah
11. Guna kamar tidur
12. Guna dapur
13. Guna kamar mandi
14. Guna gudang di rumah
15. Sekolahku
16. Nama teman sekelasku
17. Bagian dari sekolahku
18. Ruang kelas
19. Ruang guru
20. Ruang bermain
TEMA : KEBUTUHANKU ( 4 Minggu )
1. Makanan dan minuman
2. Kegunaan makanan dan minuman
3. Macam makanan
4. Rasa makanan
5. Makanan kesukaan
6. Macam minuman
7. Rasa minuman
8. Minuman kesukaan
9. Pakaian
10. Macam macam pakaian
11. Kegunaan pakaian
12. Kebersihan
13. Kebersihan diri (mandi)
14. Kebersihan lingkungan
15. Kesehatan
16. Guna kesehatan
17. Rajin gosok gigi
18. Keamanan
19. Macam benda tajam
20. Tidak bermain benda tajam
TEMA : BINATANG ( 3 Minggu )
1. Nama binatang
2. Macam binatang
3. Ciri ciri binatang
4. Perkembangbiakan binatang
5. Binatang peliharaan
6. Binatang buas
7. Binatang berkaki empat
8. Binatang berkaki dua
9. Tempat tinggal binatang
10. Binatang darat
11. Binatang air
12. Binatang terbang
13. Makanan binatang
14. Bahaya binatang
15. serangga
TEMA : TANAMAN ( 3 Minggu )
1. Jenis jenis tanaman
2. Tanaman besar
3. Tamanan kecil
4. Cara perkembangbiakannya
5. Tanaman tumbuh dengan biji
6. Tanaman tumbuh dengan serbuk
7. Tanaman air
8. Tanaman darat
9. Tanaman merambat
10. Bentuk daun
11. Warna daun yang layu
12. Warna daun yang segar
13. Tanaman yg ada di rumah
14. Tamanan yang ada di sekolah
15. Kegunaan tamanan

Jenis Dan Alat Permainan Batita


* Usia 1-2 *
1. Mengenal Warna
Jika pada usia bayi kita memperkenalkan warna untuk merangsang indera penglihatannya, pada usia 1 - 1,5 tahun, kita sudah bisa mengajarkan jenis warna itu sendiri. "Ini merah, ini biru, yang itu hijau."
Perkenalkan satu per satu agar ia tak bingung. Bila ia sudah paham satu warna, baru ajarkan warna lain. Caranya, ujilah ia untuk mengambilkan apel merah di meja makan atau baju warna merah. Kalau ia mengambil dengan benar, berarti sudah saatnya ia diajarkan warna lain. Lebih baik, perkenalkan ia pada warna-warna dasar terlebih dahulu.
2. Membedakan Suara
Permainan membedakan suara juga bisa dilakukan anak usia 1 - 1,5 tahun. Rekam atau tiru berbagai suara binatang dan benda-benda di sekeliling. Minta anak menebak suara dari rekaman tadi. Ini amat baik untuk melatih aspek kognisi anak.
Bisa pula minta mereka membedakan suara dengan cara memukulkan sendok ke kaleng lalu ke gelas. Atau gunakan tepukan tangan. Misalnya bunyi 2 tepukan dan 3 tepukan. Nah, ia akan belajar membedakan suara.
3. Mengenal Alam
Si kecil juga sebaiknya dikenalkan dengan alam. Mengenal binatang asli di kebun binatang, daun-daun sungguhan, dan lainnya. Pengalaman dan pengetahuannya pun akan bertambah kaya.
4. Bermain Pasir
Jika rumah berada dekat pantai, bisa dilakukan di pantai. Jika tidak, sediakan gunungan kecil pasir, taruh di bak plastik atau kotak kayu yang dibuat khusus untuk itu. Anak usia 1,5 tahun umumnya suka main pasir, sama halnya jika mereka main air.
5. Bermain Jari
Di usia 1,5 tahun, si kecil bisa dilatih keterampilan memainkan jarinya. Dengan cara ini, motorik anak akan terlatih. Gambari ibu jarinya dengan wajah orang dan minta ia bermain peran (macam sandiwara boneka). Ini sekaligus melatih bahasanya. Bisa pula dengan bantuan boneka tangan. Imajinasi anak pun akan berkembang.
6. Bermain Kepingan Gambar
Puzzle atau kepingan gambar sederhana (yang terdiri dari beberapa keping saja) amat cocok untuk anak usia 1-2 tahun. Pilih keping gambar yang berdesain sederhana dan berwarna-warni cerah. Manfaatnya, selain melatih motorik halus anak, juga sekaligus melatih kognisinya. Sedangkan untuk anak usia 3 tahun, beri puzzle yang lebih kompleks.
Puzzle tidak mesti dibeli di toko. Orang tua pun bisa membuatnya sendiri. Ambil gambar warna-warni dari majalah, gunting menjadi beberapa bagian, tempel potongan gambar di atas karton. Murah tapi sarat manfaat, bukan?
7. Meronce
Di usia 1,5 - 2 tahun, si kecil juga sudah bisa diajarkan meronce. Gunakan benang besar (benang kasur atau benang wol besar). Benda yang dironce bisa berupa kelosan benang yang diberi warna atau manik-manik aneka warna. Selanjutnya minta si kecil merangkai kelosan tersebut berdasarkan urutan warna yang dikehendaki.
Saat ia memasukkan benang ke dalam kelosan dan menyusunnya berdasar urutan warna, sebetulnya ia tengah dilatih menggunakan motorik halusnya sekaligus daya pikirnya.
9. Mengenal Aneka Benda
Mengenalkan macam-macam benda, entah itu binatang atau peralatan rumah, juga bisa menambah perbendaharaan kata si kecil. Misalnya dengan cara melihat-lihat gambar di buku. Buku juga bisa disusun dengan cara ditumpuk seperti menyusun balok-balok atau membentuk terowongan.
10. Bermain Lego & Balok
Lego atau balok juga bisa diperkenalkan pada mereka. Mungkin mereka hanya akan menyusun ke atas, ke samping, atau melempar-lempar saja. Tapi tak apa. Di usia ini, anak memang sedang senang-senangnya bermain kasar. Misalnya sudah disusun tinggi, dirobohkan kembali. Buat mereka, hal itu amat menyenangkan. Sebetulnya, dari situ pula anak belajar, bahwa jika benda bersusun dijatuhkan, yang tadinya berada di atas sekarang menjadi terpencar.
11. Mainan Tentang Sebab-Akibat
Sediakan baskom dan corong plastik atau gayung berlubang. Selanjutnya isi corong tersebut dengan air atau pasir bersih. Anak akan belajar bagaimana benda itu dikosongkan dan diisi, bagaimana benda itu mengalir ke bawah. Selain itu juga bisa digunakan benda-benda plastik yang bisa mengapung ke air atau dikempiskan, bagaimana memutar atau menekan tombol, dan lainnya.
12. Mainan Perangsang Kreativitas
Krayon, menempel, lilin malam, tanah liat, bahan untuk membuat kolase, play daugh, bisa diperkenalkan pada usia ini. Tentu saja jangan harap ia menciptakan karya seni hebat. Yang penting, daya imajinasinya berkembang sekaligus melatih motorik halusnya.
13. Pengembangan Motorik Kasar
Main bola, sepeda roda tiga, perosotan, ayunan, luncuran, memanjat, meniti, bergulingan, dan sebagainya juga amat baik. Anak tak harus melulu dilatih perkembangan motorik halus dan kognitifnya. Motorik kasarnya juga perlu dikembangkan.
* Usia 2-3 *
Menurut Mayke, jenis mainan untuk anak usia 1-2 tahun dengan 2-3 tahun hampir sama. Perbedaannya hanya untuk beberapa mainan saja. Misalnya, puzzle tentunya harus lebih kompleks, buku cerita dengan cerita yang lebih panjang, dan lainnya.
Ia juga sudah bisa mulai diajarkan konsep matematika dasar. Mengenal jumlah, konsep besar dan kecil, konsep bentuk (segi tiga, segi empat, lingkaran).
Untuk bermain khayal juga sudah lebih maju. Miniatur alat-alat rumah tangga (meja, kursi, telepon, mobil, rumah, peralatan dapur) bisa dipakai sebagai sarana bermain khayal. Orang tua sebaiknya ikut berperan dalam permainan ini. Ajak si kecil bermain perang-perangan atau berperan jadi tuan rumah dan tamu. Bagaimana bermain menyuguhkan makanan untuk tamu, dan seterusnya. "Dengan ikut bermain bersama anak, kedekatan emosional antara si orang tua dan anak akan semakin erat."

24 Agustus 2009

Salahkah metode flashcard ?

Memberikan stimulasi kepada bayi atau anak dengan metode flash card saat ini sering dipraktekkan. Di kalangan para ahli psikologi dan perkembangan anak, memberi stimulasi dengan metode flash card ini mengundang pro dan kontra.
Ada yang menilai metode ini baik selama sifatnya tidak memaksa dan disesuaikan dengan tahapan. Namun ada pula yang berpendapat stimulasi dengan cara flash card bukanlah stimulasi alami seperti halnya aktivitas bermain pada anak.
Salah satu ahli yang menentang metode stimulasi flash card adalah Psikolog dan Playtherapist dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia Dra. Mayke S. Tedjasaputra, M.Si. Dalam pandangannya, mengajarkan anak dengan flash card termasuk kategori overstimulation atau stimulasi yang berlebihan. "Tidak benar menyuruh bayi belajar, misalnya dengan flash card karena ini adalah overstimulation. Seorang pakar bermain Brian Sutton-Smith menegaskan ini sudah termasuk cognitive child labor atau secara kognitif anak sudah dipekerjakan terlalu keras," ungkap Mayke di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut pendapat Mayke, ketika orang tua menyodorkan flash card berarti anak harus diam dan diminta memperhatikan sehingga anak sudah dituntut untuk belajar. "Di sana yang lebih ditekankan adalah faktor kognitifnya. Padahal di usia awal pertumbuhan yang harus dikembangkan adalah senses-nya (sensomotorik), bukan memori. Artinya, bukan melatih memori secara khusus dengan diperlihatkan flash card. Itu sudah termasuk belajar yang sepertinya ada target yang ingin dicapai. Jadi sudah bukan bermain lagi," ungkapnya.
Mayke mengakui bahwa dengan pemberian metode flash card yang sifatnya singkat-singkat, mungkin anak akan cepat menangkap, mengingat dan mempelajarinya. Ada banyak penelitian yang mendukung maupun yang menentang metode ini. "Tentu penelitian itu ada yang pro dan kontra. Ada yang mengatakan itu bagus. Tetapi kontra juga sudah mengatakan bukti-bukti bahwa itu tidak baik bagi perkembangan anak karena masa anak adalah masa bermain di mana mereka tak bisa dituntut untuk diam dan belajar dengan suatu materi," tegasnya.
Mayke juga menilai dengan metode flash card hanyalah membantu percepatan kemampuan untuk sementara, dan yang dikhawatirkan justru anak akan jenuh sebelum waktunya. "Dari hasil penelitian menunjukkan, rangsangan terlalu dini yang sifatnya overstimulation ketika anak sudah bisa membaca hanya merupakan percepatan yang bersifat sementara. Tetapi saat mereka sudah menginjak kelas 4 SD dan prestasinya dibandingkan, tidak ada perbedaan yang signifkan," terangnya.
Bukti penelitian yang kontra dengan metode flash card tersebut, kata Mayke, salah satunya adalah yang dimuat film berjudul Smart Babies dari Discovery Health Channel. "Di situ, apa dikemukakan Glenn Doman dimentahkan, melalui penelitian psikologis. Para ahli yang dilibatkan dalam riset itu adalah psikiater, ahli neurologi, psikolog anak, pendidik anak," paparnya.
Yang juga dikhawatirkan, kata Mayke, bila orang tuanya ambisius, mereka menginginkan target tertentu. "Ketika anaknya diajarkan, lalu mereka frustasi, nah itu bahayanya. Metode ini juga dapat memancing orang tua untuk membenarkan bahwa sejak bayi anak harus belajar" ujarnya.
Yang lebih baik, lanjut Mayke, anak diberikan metode dengan apa yang mereka alami secara faktual bukan melalui gambar. "Flash card hanya gambar, gambar yang tidak faktual. Lebih baik mereka belajar misalnya apa itu bola dengan cara memagang dan memainkannya. Karena yang penting dalam tahap ini adalah sensomotor, semua indera perlu dirangsang, Jadi anak tidak hanya belajar dengan melihat dan mengingat kartu-kartu itu," ujarnya.
Ia menekankan kembali bahwa pada usia batita yang perlu dirangsang adalah sensomotoriknya karena kemampuan berpikirnya masih pra-operasional sehingga yang harus diberikan adalah sesuatu yang konkret, nyata, dialami, dirasakan. Akan lebih baik bila anak-anak atau bayi diterjunkan langsung dengan pengalamannya.
Kalaupun mau memperkenalkan gambar kepada anak, lanjut Mayke, orang tua mungkin dapat melakukannya dengan cara menghubungkannya langsung dengan sesuatu yang nyata. "Pada anak usia setahun misalnya sambil dipangku, kita perlihatkan gambar mobil lalu lihat juga mobil ayah seperti apa. Jadi related to something very completely real," ujarnya.
Sumber : kompas.com

23 Agustus 2009

Pendidikan Watak Lewat Pembiasaan


Bagaimana seorang anak bisa jadi pribadi berwatak, yang secara
naluriah menjalankan kebaikan dan menampik keburukan? Perlukah anak diberi pendidikan budi luhur di sekolah untuk menjadi pribadi
berintegritas moral tinggi?
Tidak perlu. Itulah jawaban yang bisa dipetik dari buku terbaru Franz Magnis-Suseno berjudul "Menjadi Manusia, Belajar dari Aristoteles".
Menurut Magnis, yang lebih diperlukan untuk menghasilkan pribadi yang beretika adalah pembiasaan. Tapi Magnis memngingatkan orangtua bahwa dalam mempraktikkan pembiasaan itu, anak tak perlu dipaksa-paksa.
"Anak tak perlu dipaksa berlaku etis, tapi dibantu agar mereka merasa gembira saat berbuat baik dan sedih saat berbuat buruk," kata Magnis.
Inilah tragedi zaman yang penuh kelimbahan material bagi sebagian
orang: di sekolah anak-anak diajari berbagai keutamaan hidup, menghormati orang lain, berlaku hemat, tapi di rumah mereka dibiarkan menyuruh pembantu rumah semau "gue", menyantap makanan berlebih dan membuangnya saat tak sanggup menghabiskannya.
Hegemoni kapitalisme memang tak bersahabat dengan keutamaan etis: pola hidup ugahari sudah terasa kuno. Yang dipeluk banyak orang adalah membeli dan membeli. Berbelanja berlebih disahkan bahkan didorong-dorong untuk menghidupkan pertumbuhan ekonomi.
Orang kecil yang menjadi pelayan di mal-mal akan ikut "sekarat" jika orang berduit tidak membeli lagi perkakas rumahnya yang sebetulnya masih mencukupi. Para pelayan dan satpam rumah-rumah makan mewah tak akan dapat upah jika semua orang berpola hidup ugahari dengan memasak sendiri makanan mereka.
Di zaman ini, ada nilai etisnya sendiri jika seseorang memanjakan
perutnya dengan sekali makan bisa menghabiskan Rp300.000,- misalnya. Atau, jika seseorang meneguk anggur merah berkualitas seharga Rp200.000,- segelas, orang itu menghidupkan mata rantai ekonomi yang mendatangkan nafkah bari banyak kaum pas-pasan.
Lantas bagaimana memecahkan perkara pola hidup ugahari bagi pendidikan watak anak-anak? Buku Magnis ini tak memberi jawab. Magnis cuma mengingatkan orangtua bahwa anak-anak tak perlu dikuliahi untuk berbuat baik tapi cukup diajak berlaku etis.
Buku ini cukup simpel dalam menemukan ukuran apakah seorang bisa
dianggap berhasil atau gagal di bidang perilaku etik. Orang itu bisa
disebut bermoral atau tak bermoral bergantung pada situasi batin tatkala berbuat baik atau jelek.
Kalau dia senang berbuat jelek dan berat hati berbuat baik, dia dimasukkan dalam kategori gagal moral. Sebaliknya, sukses moral terjadi ketika seseorang bahagia berbuat baik dan sedih berbuat jelek.
Agaknya, kategori itu bisa dijadikan pegangan untuk mendidik moral anak. "Reality show" yang banyak ditayangkan teve belakangan ini juga langsung atau tak langsung dapat membantu mengarahkan pemirsanya untuk merasakan bahwa berbuat etis itu membahagiakan.
Tentu saja, tayangan itu tak memadai untuk membangun watak etis
anak-anak. Anak perlu pembiasaan. Bukan sekadar membiasakan menonton orang berbuat luhur seperti di "reality show" itu.
Yang hendak dikatakan oleh Magnis adalah: membiasakan anak berlaku etis akan sampai pada pendidikan terpenting bahwa anak-anak dituntun untuk menjadi bahagia karena berlaku etis.
Kebahagiaan, kata Magnis yang mendasarkan uraiannya pada pikiran
Aristoteles, tak bisa dicari dengan memburu yang nikmat dan menghindari yang menyakitkan.
Kebahagiaan tak bisa diburu secara langsung. Kebahagiaan itu akibat dari tindakan, perbuatan nyata. Jika dikejar secara langsung. Kebahagiaan bisa mengelak.
Rupanya anak perlu sejak dini diajak merasakan beda antara nikmat dan bahagia. Anak perlu dibiasakan untuk merasakan nikmat luhur, yang artinya adalah nikmat yang didapat dari berbuat kebaikan. Tapi perlu ditunjukkan bahwa ada nikmat keji seperti nikmat yang diperoleh dengan mengadu jago, jengkerik, domba, mengurung burung dalam sangkar.
Beda dengan nikmat yang bisa dirasakan saat perbuatan itu dilakukan, bahagia itu lebih belakangan dan tak menghentak datangnya. Orang yang bahagia bisa merupakan pribadi apapun.
Tapi orang yang sedang menikmati tari perut, misalnya, hanya dirasakan oleh orang yang bisa mengakses hiburan asal kultur Mesir itu.
Bahagia bisa diakses oleh sufi miskin yang sebagian besar waktunya dihabiskan dengan zikir di rumah Allah, atau si zuhud yang tak kuasa menahan rindu bertemu kerajaan-Nya.
Kaum Trappist, yang menunya dari hari ke hari hanya kacang-kacangan, dan tak pernah mereguk sorga duniawi, pun merasa bahagia bahkan merasa heran bahwa ada pemburu kebahagiaan lewat kenikmatan duniawi.
Kompas - Sabtu, Agustus 22

21 Agustus 2009

Kepompong Dan Kupu kupu


Ada seorang anak tengah asyik mengamati sebuah kepompong yang tergantung di ranting pohon jeruknya. Dia melihat di dalamnya ada seekor kupu-kupu tengah ber-juang keluar melalui sebuah lubang kecil. Sedari tadi, tetapi selalu gagal. Kelihatannya kupu-kupu telah berusaha semampunya, namun dia tidak bisa lebih jauh lagi.

Anak ini berkata dalam hatinya, “Kasihan sekali kupu-kupu itu. Mungkin dia membutuhkan pertolonganku.” Dia segera mengambil sebilah gunting. “Hai kawan, lihat nih, aku datang untuk membantumu!”, serunya riang.

Segera saja ia gunting lobang kepompong menjadi lebih lebar. Kupu-kupu pun keluar dengan mudahnya.

Nah, muncullah masalah. Kupu-kupu bukannya terbang, malahan jatuh ke tanah. Tubuhnya nampak masih sangat gembung. Sementara sayap-sayapnya justru kecil mengkerut. Anak ini berharap, sebentar lagi sayap kupu-kupu akan mekar, hingga mampu menopang tubuhnya untuk terbang”.

Namun semuanya tidak terjadi dan tidak akan pernah terjadi. Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya dengan merangkak dan merangkak. Kupu-kupu tidak pernah bisa terbang.

Anak kecil itu kini menyesal. Tetapi, dengan cerdas dia memahami hikmah peristiwa itu. Ia berkata, “Ya Allah, ampunilah aku. Kini aku tahu, Engkau sengaja menciptakan lubang kecil pada kepompong, agar kupu-kupu terus berjuang keluar. Maha besar Engkau ya Allah, kupu-kupu itu memang membutuhkan perjuangan agar badannya terus bergerak, hingga cairan di tubuhnya akan mengalir dan memasuki otot-otot sayapnya. Pada saatnya nanti, ketika sayap-sayapnya kuat, dia akan siap terbang begitu bebas dari kepompong tersebut”.

“Ya Allah, aku sekarang paham, mengapa selalu ada persoalan dalam hidup kami sehari-hari. Yakni agar kami berjuang dan bekerja keras. Dengan begitu, kami akan memperoleh kemampuan terbang ke puncak kesuksesan. Kami memerlukan hambatan dan perjuangan. Tanpa itu, hidup kami akan lumpuh, dan tidak akan pernah bisa terbang. Terima kasih ya Allah”

Gaya Asuh dan Empati Pada Anak


Hasil penelitian ini secara jelas menunjukkan bahwa ibu yang menerapkan disiplin dan sistem hukuman yang berlebihan, yang tidak berusaha berkomunikasi, memberikan penjelasan, pengertian dan menerapkan peraturan-peraturan yang konsisten, dan yang secara keterlaluan memarahi anak-anak mereka ataupun menunjukkan kekecewaan mereka terhadap si anak cenderung menghalangi perkembangan prasosial si anak.

Orang tua yang menggunakan hukuman keras sebagai bagian dari disiplin dalam mendidik anak mereka memiliki kemungkinan untuk menyebabkan masalah yang lebih dari sekedar hubungan orangtua-anak yang kurang mesra.

Penelitian yang baru-baru ini dilakukan menunjukkan bahwa para ibu yang terlalu keras dapat mempengaruhi kemampuan anak-anak mereka dalam menunjukkan empati. Hasil penelitian ini secara jelas menunjukkan bahwa ibu yang menerapkan disiplin dan sistem hukuman yang berlebihan, yang tidak berusaha berkomunikasi, memberikan penjelasan, pengertian dan menerapkan peraturan-peraturan yang konsisten, dan yang secara keterlaluan memarahi anak-anak mereka ataupun menunjukkan kekecewaan mereka terhadap si anak cenderung menghalangi perkembangan prasosial si anak, demikian ditulis Dr. Paul D. Hastings, dari National Institue of Mental Health. Penelitian yang hanya memfokuskan diri pada gaya orang tua mengasuh anaknya tersebut menyimpulkan bahwa anak-anak mengartikan perilaku keras tersebut sebagai tidak adanya kasih sayang dari orang tua mereka. Hasil penelitian ini telah diterbitkan pada edisi September jurnal Developmental Psychology.

Kebalikannya, para ibu yang hangat, yang menggunakan penjelasan dan tidak mengandalkan hukuman keras dalam mendisiplinkan anak-anak, mereka cenderung menumbuhkan rasa empati dalam diri anak-anak mereka. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melihat bagaimana gaya asuh ayah mempengaruhi kepedulian anak kepada sesama. Kelompok peneliti mengobservasi perkembangan tiga kelompok anak-anak, tingkat keagresivan atau perilaku mengganggu yang berbeda-beda mulai dari pra sekolah sampai sekolah dasar.

Sementara ketiga kelompok menunjukkan tingkat kepedulian terhadap sesama yang sama pada masa pra sekolah, seiring dengan bergulirnya waktu rasa empati anak-anak yang memiliki masalah perilaku semakin berkurang. Untuk mengukur kadar rasa empati, para peneliti melihat bagaimana anak-anak tersebut bereaksi terhadap sandiwara dimana seorang peneliti wanita atau ibu dari si anak mengalami kecelakaan kaki. Si orang dewasa yang mengalami kecelakaan meringis, mengekspresikan rasa sakitnya secara verbal dan menggosok-gosok tempat yang sakit. Pada pra sekolah (sekitar usia 4-5 tahun) anak-anak yang agresif dan perusuh menunjukkan rasa peduli yang sama dengan teman-teman mereka.

Beberapa tahun kemudian anak-anak dengan masalah perilaku baru menunjukkan kepedulian yang kurang terhadap si orang dewasa yang terluka. Pada usia mendekati 7 tahun, mayoritas dari anak-anak bermasalah ini telah kehilangan hampir seluruh dari rasa peduli mereka. Lebih tragis lagi, anak-anak ini juga dideskripsikan sebagai pribadi yang antisosial oleh guru mereka, dan diri mereka sendiri. Anak-anak yang disebut agresif menunjukkan ketidakpedulian mereka terhadap sesama melalui kemarahan, kekerasan, dan menertawakan ketidakberuntungan orang lain, khususnya terhadap ibu mereka. Peneliti mengatakan bahwa respons ini adalah reaksi terhadap gaya asuh ibu-ibu mereka.

Anak-anak laki-laki tersebut cenderung mengalami kesakitan secara emosionil dan, kemungkinan, fisik, dalam hubungan mereka dengan ibu mereka, demikian Hastings dan rekan mengatakan. Kemarahan mereka dan ketidakacuhan mereka pada saat ibu mereka membutuhkan pertolongan kemungkinan merupakan usaha mereka untuk memberikan jarak atau mengurangi rasa sakit yang mereka rasakan dalam interaksi dengan ibu mereka. Para peneliti memperhatikan bahwa anak-anak pra sekolah dengan masalah perilaku menjadi berkurang sikap agresifnya jika mereka diajarkan untuk peduli terhadap sesama.

Menanamkan rasa kepedulian kepada anak-anak adalah cara yang baik untuk menghilangkan masalah perilaku pada anak-anak yang cenderung agresif atau perusuh pada usia dini, demikian peneliti menyimpulkan.

(Developmental Psychology/imi) (sumber : Lippostar.com)

Semua tentang anak

Anak adalah titipan Tuhan....., maka dari itu kita sebagai orang yang di berikan amanah harus bisa menjaga dan memberikan yang terbaik untuknya